Senin, 27 Februari 2012

Pengetahuan dan Kepentingan kritik atas positivisme

A.    Pengetahuan atas Positivisme
Keyakinan dalam pengembangan yang dinamakan positivisme semakin besar volumenya, positivisme sendiri adalah faham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang ddapat diperoleh dengan memakai metode ilmu pengetahuan. Disini Comte berusaha pengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum comte hadir. Comte mencoba deengan keahlian berfikirnya untuk mendekonstruksikan pemikiran yang sifatnya abstrak ( teologis) mmaupun pemikiran yang pada penjelasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki mina kuat terhadap  sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan haruslah berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga, penganut faham ini mendukung teori-teori paham realisme, materialisme, naturalisme filsafat dan empirisme. Salah satu teoti positivis logis yang paling dikenal antara lain teori tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut sebagai bermakna jika pernyataan  tersebut dapat diverivfikasi secara empiris.

Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik, tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu ilmu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kaum positivisme percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi perancis. Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri yaitu
-          Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
-          Metode ini diarahkan pada perbaikan terus menerus dari syarat-syarat hidup
-           Metode ini berusaha kearah kepastian
-          Metode ini berusaha kearah kecermatan
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan , eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biassa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tettapi metode historis khususnya berlaku masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkembangan gagasan-gagasan.

B. Kritik terhadap Positivisme
Dari segi metodologi, teori kritis hadir sbagai reaksi terhadap dominasi pendekatan positivisme yang dinilai cenderung mereifikasi dunia sosial dan melihatnya sebagai proses yang netral sehingga tidak mengabaikan aktor. Dalam perkembangan ilmu sosaial, selama ini positivisme harus diakui telah cukup lama mendominasi kerangka berpikir teoritisi ilmu sosial dan diyakini sebagai media membawa sosiologi ke jalur ilmiah layaknya ilmu eksata. Namun, dalam perkembangannya kemudian positivisme disadari telah menyebabkan teori sosial mengalami stagnasi, cenderung bersifat konservatif, serta tidak mampu menentang sistem.
Teori krtitis umumnya mengkrritik positivisme yang terlalu menekankan penjelasan kausal atas perilaku manusia, dimana hal itu dinilai tidak dimungkinkan, sebab tindakan, institusi, dan keyakinan manusia pada dasarnya mengandung makna. Tugas studi ilmu sosial bukan menspesifikasikan hukum perilaku manusia yang serba seragam , melainkan memahaminya dengan mengintrepretasikannya dalam kaitan dengan niat subjektif individu. Positivisme dinilai para teoretisi kritos terlalu mengedepankan hukum tindakan manusia, padahal fakta-fakta ilmiah sesungguhnya akan selalu ditaklukkan dan dikonstruksi. Teori kritis dari Frankfrut School umumnya menolak positvisme yang terlalu mengagungkan sains, karena namanya kebenaran bukanlah diperoleh semata hanya pengukuran dan sejenisnya, melainkan karena dimata mereka se3mesta sosial sesungguhnya adalah dunia yand ditafsirkan.
Disatu sisi, mungkin benar cara kerja dan implementasi positivisme telah banyyak memperoleh pengakuan pada bidang ilmu-ilmu alam, tetapi ketika diterapkan dalam bidang ilmu sosial harus diakui ada sejumlah persoalan dan kemungkinan bias yang timbul.pertama, akibat positivisme terlalu menekankan dimensi observasi dan verifikasi praktik politik, daya dorong positivis ini akhirnya seringkali mempersempit secara tajam ruang analisis empiris. Ketakutan pada spekulasi menteknikalisasi ilmu sosial, mendorong pada presisi semu dan studi-studi korelasional yang remeh-remeh.
Kedua, daya dorong positivis juga mengakibatkan surplus energi yang dikerahkan pada inovasi metodologis, dan bukan konseptual, karena yang disebut tantangan ilmiah lebih dipahami sebagai pencapaian bentuk-bentuk yang lebih murni dari ekspresi observasional.
Ketiga , persuasi positivis juga melumpuhkan praktik sosiologi teoretis atau dengan kata lain mematikan keberanian sosiolog untuk berteori. Diakui atau tidak, penerapan positivme yang terlampau ketat, pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya reduksi ilmu pengetahuan, bahkan kematian ilmu pengetahuan itu sendiri yang makin menjauhi realitas sosial.
Berbeda dari positivisme yang bertujuan memproduksi hukum sosial, dan cenderung mengkaji realitas dan masalah sosial semata sebagai imbas atau dampak dari faktor sosial yang lain, dengan ukuran-ukuran amatan yang tertata, serta berbeda pula dari prespektif interpretatif yang hanya memahami tindakan sosial pada level makna, maka teori kritis umumya mencoba memahami realitas sosial sebagai refleksi dari proses dialektika dan resistensi subjektif individu yang tidak berdaya ditengah dominasi kekuatan struktur ekonomi dan reprresi kultural yang serba menekan.
Karl R Popper : kritik terhadap positivisme logis asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus diuji dengan menghadapkan nya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan baru ini sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan. Hal yang dikritik oleh Popper pada positivisme logis adalah tentang metode induksi, ia berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan ilmu pengetahuan adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukkan logika, namun jenis penalaran yang dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena kelemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan.
Durkheim juga sering dikritik karena menjadi seorang positivis, dan dia memang menggunakan istilah ini untuk melukiskan dirinya. Sekarang ini, positivisme berarti keyakinan bahwa fenomena sosial bisa dipelajari dengan metode yang digunakan ilmu alam, dan besar kemungkinan Durkheim memang menerima ini. Akan teetapi, istilah ini juga bisa berarti fokus pada hukum tunggal dan pengertian macam ini tidak terlalu banyak kita temukan dalam pemikiran Durkheim. Bagi Durkheim, fakta sosial lepas substratanya dan juga lepas otonom dalam hubungannya dengan fakta-fakta sosial lain. Masing-masing fakta sosial membutuhkan penelitian historis, dan tidak ada yang bisa memprediksi berdasarkan satu hukum saja.
Semangat Positivisme tidak hanya berkutat di ilmu pengetahuan alam semata, namun juga pada ilmu tentang masyarakat, atau ilmu sosial. Jadi bisa dikatakan bahwa melalui perkembangan teknologi dan positivisme pengetahuan, manusia bertekad agar masyarakat dapat dikontrol sebagaimana dalil-dalil ilmu alam.
Disinilah titik baliknya, ilmu pengetahuan yang positivistik sesuai dengan ilmu alam tadi, yang bersifar netral dan universal, ternyata bila ditempatkan pada ilmu pengetahuan sosial menjadi sangat berbeda. Karena dengan sifat netral dan universal tadi justru membuat pengetahuan tentang masyarakat menjadi mandeg dan tidak kritis.
Pemikiran Positivisme di bidang sosial sangat berpengaruh pada eranya (hingga kini).Marx pun menyesuaikan teorinya agar dapat diterima secara positivistis sebagai pengetahuan, yaitu melalui pernyataan bahwa kegiatan sejarah manusia adalah mengenai perkembangan alat produksi melalui kerja, dimana manusia dipandang dan direduksi hanya sebagai manusia yang melakukan produksi dalam masyarakatnya, atau sngkatnya rasionalitas  penguasaan alam.
Kini, positivisme banyak diserang oleh para kritikusnya. Nietzsche dalam berfilsafatnya menggunakan aforisme karena dia merasa bahwa manusia positifisme telah terjebak pada dekadensi (kemandekan) sistem, sebagaimana yang sudah diuraikan diatas, mitos yang mengfantikan mitos lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar